6/25/2009

ANGELS AND DEMONS KARYA DAN BROWN


Sinonpsis buku:
Persaudaraan rahasia purba, senjata penghancur yang sangat merusak merupakan target yang tak terkira Robert Langdon, simbologis Harvard tersohor, tidak pernah menyangka kalau satu hari dalam hidupnya akan dipenuhi oleh terlalu banyak kejutan. Kalau hanya melihat ambigram yang bertuliskan nama kelompok persaudaraan Illuminati, mungkin itu bukan masalah besar. Tapi melihatnya tercap di dada lima lelaki yang terbunuh pada hari yang sama? Jauh sebelum memecahkan Kode Da Vinci, Robert Langdon diminta oleh sebuah institusi penelitian di Swiss untuk menganalisis simbol penuh teka-teki yang tercap di dada seorang ahli fisika yang tewas terbunuh. Apa yang ditemukannya sungguh di luar dugaan: dendam mematikan terhadap Gereja Katolik dari sebuah persaudaraan kuno yang sudah berlangsung selama berabad-abad Illuminati.

Terdorong untuk menyelamatkan Vatikan dari bom waktu yang berdaya ledak besar, Langdon membantu pasukan penjaga paling setia di dunia bersama dengan seorang ilmuwan misterius nan cantik bernama Vittoria Vetra. Berdua, mereka memulai perburuan yang menyeramkan ke ruang-ruang bawah tanah yang terkunci rapat, kuburan-kuburan berbahaya, katedral-katedral yang lengang, dan tempat yang paling misterius di dunia ... markas Illuminati yang lama terlupakan. Ditulis dengan gaya jenaka namun cerdas, Dan Brown membawa kita berpetualang di pusat kebudayaan tertua di Eropa, Roma. Pemahaman kita dibuat terkaget-kaget dengan penyingkapan berbagai rahasia di balik tempat-tempat bersejarah dan karya-karya seni terkenal yang terdapat di sana.

Buku ini salah satu buku favorit saya. Saya terlebih dahulu menonton filmnya ketimbang membaca bukunya (sewaktu muncul di daftar film yang tayang di Blitzmegaplex, saya langsung tertarik karena judulnya saya suka. Tapi karena harga HTM Blitzmegaplex muahhhaaaalll, saya menunggu sampai tayang di bioskop harga “merakyat”). Saya tidak heran kalau film dan buku terdapat perbedaan karena kalau film yang diproduksi dari buku pasti ada perbedaan karena memang begitulah, tidak semua bisa divisualisasikan dan menurut saya kalau terlalu mengikuti alur buku pasti akan sangat aneh (sepertri film Ketika Cinta Bertasbih, saya kecewa sekali menontonnya). Buku ini seperti yang ditulis disinopsis (saya copy dari web lain, maaf yang ngerampok, (: ) sangat bagus, alur campuran yang diciptakan Dan Brown membuat saya terpukau, gaya bahasanya yang jenaka tapi serius, tempat-tempat buah tangan Bernini dan Michealangelo yang ada di Roma sungguh dideskripsikan sangat apik, ini merupakan bukti kalau Dan Brown begitu jenius menciptakan sebuah karya. Sungguh saya sangat menyukai karya Dan Brown, apalagi The Da Vinci Code, uhhhh saya gag bosen bosen nontonnya. Saya sedikit banyak mengetahui tentang Katholik (saya TK-SMA di yayasan Katholik dan orangtua saya dulu Katholik sekarang hijrah ke Martin Luther, haha), saya tidak sulit mengerti apa yang ditulis Dan Brown. Saya setuju dengan yang diucapkan sang camerlengo kalau agama tidak sempurna karena manusia tidak sempurna, saya juga sepakat dengan ucapan Leonardo Vetra kalau agama dan ilmu pengetahuan adalah saudara, tidak dapat dipisahkan. Saya menyadari kalau di lingkungan religius pun kejahatan tetap ada, ada saja orang ingin memonopoli kekuasaan, menggunakan sistem politik dia yang sembrono dan menurut saya salah dan orang yang tulus sekalipun dapat tertipu dengan itu (cardinal yang memimpin pemilihan paus). Salut dengan sang camerlengo yang merancang kebohongan yang menurut saya tidak bercacat sebelum Robert Langdon mengetahuinya di helicopter, haha, salah, mestinya saya salut sama Dan karena dia begitu jenius. Kalau saya ceritakan semua perasaan saya waktu membaca buku ini, bisa jadi skripsi jadi mending baca langsung, satu lagi, saya kurang bisa meresapi bagaimana bentuk tempat-tempat karya Bernini dan Michaelangelo karena saya belum pernah kesana tapi Dan cukup pintar melukiskannya.. Saya tetap sepakat dengan kata-kata Robert Langdon di The Da Vinci Vode “yang terpenting adalah apa yang kau yakini sekarang” kurang lebih begitu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar