6/07/2012

CARA AMPUH MEMBUNUH JERAWAT

      Duh, kalau ngomongin jerawat nggak akan ada habisnya. Karena apa, karena banyak penyebab dan juga pastinya banyak obat yang dibilang bisa membunuh dan mengubur dalam-dalam si kuman penyebab jerawat. Ya, dari obat tradisional, racikan kimia dari dokter kulit, sampai obat doa (hehehe. Ya Tuhan, kembalikan wajahku seperti dulu, tanpa jerawat-jerawat. Hmmmmm). Siapa ya kira-kira orang di dunia ini yang wajahnya belum pernah dihinggapi jerawat? Kalau pun ada, pasti dia makhluk suci. Kayaknya semua orang pernah dapat jatah ketemplok jerawat di wajahnya, ya, satu dua tiga jerawatlah. 
       Kalau jerawat di muka nggak satu dua tiga, gimana dong? Apa bisa cuma didoakan aja terus hilang? Enggak juga, kan. Sudah makai seminggu obat jerawat yang kata orang ampun, eh ketemu teman yang lain bilang pakai ini itu aja, ampuh banget. Akhirnya ganti lagi. Seminggu pakai, nggak cocok, nggak ada perubahan, ganti lagi. Kok tambah banyak, kok jadi merah, akhirnya ganti lagi. Nggak sadar udah jutaan uang habis cuma buat totol-totol di muka yang namanya jerawat. Ya buat beli obat di kilik inilah, klinik itulah, obat tradisional inilah, itulah, pokoknya ini itulah. Ruwet. Njelimet. 
      Hmmm, sesama manusia memang harus saling berbagi. Kebetulan aku tahu beberapa resep cara mengatasi jerawat-jerawat yang benar-benar sudah sangat membandel. Ada 5 resep, silakan praktikkan salah satu, atau kalau ingin lebih puas, kelima-limanya juga monggo. 

Resep 1
Tiga buah belimbing wuluh segar dicuci bersih, diparut, remas airnya, dan beri sedikit garam halus. Oleskan air belimbing wuluh ke seluruh muka dengan menggunakan kapas (seperti memakai toner muka). Pakai sehari dua kali. Rasakan keperihannya dan juga khasiatnya kelak.

Resep 2
Jemur 2-3 helai daun pepaya yang sudah tua. Lumatkan sambil diberi air, lalu peras. Oleskan sarinya pada bagian muka yang berjerawat.

Resep 3
Cuci bersih 1 buah jeruk nipis, lalu iris. Gosokkan irisan jeruk nipis ke seluruh wajah. Hmmmm, kebayang ya perihnya.

Resep 4
Cuci 2-3 lidah buaya dan kupas untuk mengambil lendirnya. Blender lendirnya, lalu aduk dengan tepung beras secukupnya. Oleskan rata pada muka dan biarkan selama 30 menit, baru kemudian dibilas bersih. Cara ini juga bisa menghilangkan flek-flek bekas jerawat.

Resep 5
Mentimun yang sudah diblender dilaburkan ke muka seperti masker. Biarkan mengering lalu bilas sampai bersih.
Atau kulit mentimun digosokkan ke kulit muka, biarkan mengering, lalu bilas bersih.

Sekian resep-resep menghilangkan jerawat membandel dari aku. Semoga bermanfaat. Wassalam.

5/28/2012

SEMUA BISA BERUBAH

       Dua minggu lalu untuk kedua kalinya hampir kurasakan duniaku akan berhenti lagi. Abangku tercinta dipanggil Tuhan hampir 3 bulan yang lalu, itulah pertama kali kurasakan duniaku akan berhenti. Di usia memasuki 23 tahun, aku kehilangan dia untuk selamanya, pekerjaan, keceriaan dan semangat orangtuaku, dan rencana-rencanaku kelak. Kususun lagi perasaan yang hampir hancur. Kujalani hidup meski tak kusadari  bahwa dia sudah tidak ada. Sampai sekarang aku belum percaya dia sudah pergi. Kekuatan dan Tuhan-lah yang menopangku hingga sekarang aku percaya duniaku belum berakhir. Dan untuk kedua kalinya, dua minggu yang lalu, aku merasakan lagi duniaku akan berakhir. 
       Sore itu kunaiki sepeda pixie milik teman adikku untuk pertama kalinya dalam hidupku. Sebelumnya sudah kutahu bahwa sepeda pixie tak berem. Dengan percaya diri aku gowes sepeda keliling komplek rumah. Semakin jauh dari rumah, semakin kurasa nyaman mengowes, semakin ingin pula aku melaju kencang. Aku menyadari bahwa aku harus mengurangi kecepatan, gimanapun caranya, sekalipun tanpa rem, karena aku akan membelok. Harus. Tapi di sisi lain aku berpikir bahwa aku bisa membelok dengan kecepatan segitu. Dengan percaya diri aku membelok tanpa mengurangi kecepatan. Seperti mimpi kurasa. Kubelokkan stang sepeda, tapi stang tidak membelok, sampai akhirnya aku terperosok jatuh ke taman tetangga yang dipenuhi tanaman bonsai. Sakit sekali. Aku hanya tertawa menyadari kebodohanku. Kuberhenti tertawa saat orang yang melihatku terjatuh hanya tersenyum, dan berlalu.
       Aku bangun dan menaiki sepeda lalu pulang, seperti tidak terjadi apa-apa. Beberapa menit kemudian sesampai di rumah, penglihatanku kabur, warna gelap menjadi sangat gelap hampir tak terlihat, warna terang menjadi sangat terang dan sangat silau. Ada apa ini? Jantungku berlomba berdetak. Mungkin kacamataku lecet, lalu kutanggalkan kacamata. Tetap seperti itu. Ada apa ini? Tuhan, aku akan buta. Aku akan buta. Aku akan buta. Gimana orangtuaku nanti? Tuhan, aku masih ingin melihat. Lebih baik aku mati. Kupandangi sekelilingku, kupandangi tapi tak berubah. Semakin gelap, dan semakin silau. Memejamkan mata saja aku tak berani. Tidak akan kupejamkan mata ini sampai penglihatanku pulih. Kupakai kacamatku, kutanggalkan lagi. Aku duduk tanpa sedikitpun kugerakkan mataku. Ya Tuhan, kumohon jangan ambil penglihatanku. Aku terdiam. Ternyata Tuhan pertimbangkan doaku. Perlahan-lahan penglihatanku pulih. Semua kembali terlihat normal. Aku berkata dalam hati, "ini apa?"
       Dua puluh dua tahun yang lalu aku percaya bahwa aku akan hidup tanpa kekurangan fisik, karena aku terlahir tanpa itu. Dua puluh dua tahun yang lalu aku percaya bahwa aku akan melihat orang tuaku sampai Tuhan panggil mereka di usia senja. Dua puluh dua tahun yang lalu aku percaya bahwa aku akan melihat  keempat saudaraku memiliki pekerjaan, pasangan hidup, dan anak-anak, sampai usia kami benar-benar senja dan kami dipanggil Tuhan. Tapi kenyataan mengubah kepercayaanku bahwa semua bisa berubah. Dia bisa mengubah itu semua. 
      Hampir 3 bulan aku percaya bahwa aku tidak akan hidup tanpa kekurangan fisik karena suatu saat Tuhan bisa ambil yang Dia izinkan untuk diambil. Hampir 3 bulan aku percaya bahwa suatu saat aku tidak akan melihat orangtuaku sampai Tuhan panggil mereka di usia senja. Hampir 3 bulan aku percaya bahwa suatu saat aku tidak akan melihat  keempat saudaraku memiliki pekerjaan, pasangan hidup, dan anak-anak, sampai usia kami benar-benar senja dan kami dipanggil Tuhan. Semua bisa berubah karena Dia. Karena Dia tahu yang terbaik. 

2/02/2012

Nescafe, Sari Kacang Ijo, Fanta, & Soy Fresh Milk tidak membuat mabuk

11/20/2011

Yang lebih penting: BlackBerry-ku :D

The Fucking Perfect Mother

11/16/2011

PUTAR BALIK

      Pernah suatu kali, aku, Ibuk Susan Wiriadinata, Ibuk Ribka, Pak Elisa, dan Pak Inung melakukan perjalanan ke Tangerang untuk menbesuk salah satu penulis bahan-bahan Sekolah Minggu Baptis yang sedang sakit. Di antara kami tidak ada satu pun yang pernah ke rumah penulis yang sedang sakit tersebut, kami hanya mengandalkan alamat yang diberi kerabat si penulis dan peta Kota Jakarta dan sekitarnya. Sebelumnya kami nggak ngasih tahu si penulis bahwa kami akan mengunjungi dia, rencananya mau memberi kejutan hehehe. Kami sudah di tol dan akan masuk Jakarta. Sepanjang jalan, kami bercerita, berbagi pengalaman, bercanda (terutama Ibuk Susan yang banyak sekali memberi humor-humor menarik, kami sampai terpingkal-pingkal). Dan tebak, nggak ada di antara kami yang menyadari kalau kami melewati tol yang seharusnya kami masuki. Padahal tol itu adalah kunci awal kami sampai di rumah si penulis. Kami baru menyadari bahwa kami nyasar adalah tidak ada lagi tulisan pintu tol CIKUNIR 2 (kalau tidak salah) di papan penunjuk jalan tol. Panik. Mau tidak mau kami harus jalan terus sampai keluar pintu tol berikutnya karena memang mobil tidak bisa memutarbalik, dan solusi terbaik adalah bertanya pada penjaga pintu tol. Setelah sampai di pintu tol keluar dan mendapat penujuk arah dari penjaga tol, kami meluncur ke tujuan dan berharap nggak nyasar lagi (kami masih saja bercanda hahaha). 
       Awalnya kami mengikuti penunjuk arah dr penjaga pintu tol, tapi tiba-tiba kami bingung karena ada jalan bercabang yang sama sekali nggak ada di penjelasan petugas pintu tol (kami nggak tahu sejak kapan jalan itu ada di sana dan membuat kami bingung setengah mati) dan akhirnya... kami nyasar lagi. Belok kanan, belok kiri, masuk ke jalan anu, jalan ini, jalan itu, bertanya sana-sini, dan beberapa kali memutari tempat yang sama hahaha. Yang kami rasakan: capek dan lapar. Sempat terpikir, gimana kalau kami pulang lagi ke Bandung? Gimana kalau acara besuk dijadwal ulang? Atau bla bla bla. Nggak. Kami sudah di tempat tujuan dan pasti sudah dekat, untuk apa kami putar balik dan kembali ke Bandung? Ya, kami terus mencari dan bertanya. Nggak sia-sia, kami menemukan alamat si penulis. 
      Karena si penulis nggak tahu bahwa kami akan membesuk, setelah mendekati rumahnya, Ibuk Susie menelpon dia. Ternyata penulis sedang nggak di rumah. Aduh, sialnya kami. Ibuk Susie kasih kami pilihan, mau menunggu dia pulang kira-kira 1 jam lebih atau pulang ke Bandung. Sudah terlanjur di tempat tujuan, kami memilih menunggu saja. Selama menunggu penulis pulang, kami pergi makan dulu dan mencari kompleks perumahan si penulis. Perjalanan yang seharusnya hanya memakan waktu 3 jam, harus menjadi 5 jam karena kami nyasar dan nggak memperhatikan penujuk jalan. Hehehe, kami jadikan pelajaran.
      Memang begitu. Ketika kita berbuat salah, sulit rasanya untuk kembali ke hal yang benar karena dari awal kita salah masuk jalan. Kenapa kita bisa berbuat salah? Karena nggak memperhatikan penunjuk jalan, nggak patuh aturan, keras kepala, dan seenaknya sendiri. Kalau sudah begini, mana bisa kita putar balik, harus jalan terus. Mana bisa waktu diputar ulang lagi. Kita harus melewati banyak jalan dan menerima nasihat orang lain untuk balik kembali ke tujuan semula. Yang aku tahu begitu karena aku mengalami sendiri. Saat aku sudah melakukan kesalahan besar, susah sekali untuk dapat kepercayaan, kembali ke keadaanku semula, dan menuju tempat tujuanku semula. Susah sekali. Tapi bukan berarti nggak bisa, aku nggak bilang begitu dari awal. Waktu kami nyasar karena dari awal salah masuk pintu tol, toh akhirnya kami sampai juga di rumah penulis dan mendoakan dia supaya cepat sembuh (jujur, aku terharu sekali dengan perkataan salah satu penulis SM ini. Aku hampir menangis. Tapi kalau aku menangis, pasti jadi bahan ejekan Pak Elisa hahaha. Aku urungkan saja.) Lihat, 'kan? Kami tetap sampai ke tujuan kok. Begitu juga kalau kita salah jalan, kita bisa sampai ke tujuan awal kita, tapi dengan satu syarat: dengan usaha dan keyakinan.

11/13/2011

'TAKUT MENJADI TUA'

      Aku berpikir, saat tua, apa yang masih aku lakukan? Masih begini atau berubah? Pertanyaan yang belum bisa dijawab sampai masa itu tiba. Setahun itu seperti sebentar ya. Menurutmu? Bukan tidak terasa, tapi terasa sekali kalau makin lama makin mendekati tua. Tiap orang yang bertanya umurku, aku menjadi lupa. Kupaksa penanya menunggu sebentar supaya aku bisa menghitung berapa umurku. Aku berujar dalam hati, "Aku masih muda. Aku masih muda. Aku masih muda ya. Masih banyak hal yang bisa aku lakukan." Terkadang mantra itu manjur, tapi kadang nggak mempan sama sekali, sama sekali. Ujung-ujungnya aku mengeluh dan menyalahkan diri sendiri mengapa aku begini, mengapa aku begitu, mengapa semua ini bisa terjadi padaku. Aku tetap nggak bisa membodohi diriku sendiri kalau makin hari aku makin tua. Itu kenyataannya.
       Aku sadar, waktu nggak bisa dihentikan, kecuali aku punya mesin waktu seperti di film Amigos atau apalah. Tapi itu 'kan mustahil. Kenyataan ini nggak pernah berubah, dari pagi lanjut ke siang, lalu sore, dan berakhir di malam. Begitu terus setiap harinya, nggak berubah. Kecuali Tuhan iseng mengubah siang ke pagi terus malam dan akhirnya sore.
       Sejujurnya, aku takut menjadi tua. Bukan takut karena rambut akan memutih, kulit mengerut, penglihatan memudar, tulang keropos dan akhirnya bungkuk, pendengaran berkurang begitu pula ingatan, atau payudara mengendur, atau apalah yang berhubungan dengan fisik orang tua. Sesungguhnya bukan itu alasannya. Aku takut saat tua nanti, aku masih saja bingung apa yang harus aku lakukan dalam hidup ini. Apa yang harus aku lakukan untuk hidup, bukan sekadar hidup, menghasilkan uang, dan bersenang-senang tanpa tujuan, tapi melakukan sesuatu untuk suatu kehidupan bermakna, bermanfaat, dan memberkati orang lain, dan semacamnya.
       Dan sekarang, waktu tetap berjalan. Nggak akan pernah berhenti sampai kapan pun, meskipun aku merengek-rengek, menangis darah, mengancam akan bunuh diri, tetap waktu nggak akan berhenti hanya untuk mempersilakan aku berpikir tentang apa yang harus aku lakukan untuk hidup. Nggak ada seorang pun di dunia ini yang bisa menghentikan waktu. Untuk itu, aku harus jadi tua. Tanpa penawaran.