5/28/2012

SEMUA BISA BERUBAH

       Dua minggu lalu untuk kedua kalinya hampir kurasakan duniaku akan berhenti lagi. Abangku tercinta dipanggil Tuhan hampir 3 bulan yang lalu, itulah pertama kali kurasakan duniaku akan berhenti. Di usia memasuki 23 tahun, aku kehilangan dia untuk selamanya, pekerjaan, keceriaan dan semangat orangtuaku, dan rencana-rencanaku kelak. Kususun lagi perasaan yang hampir hancur. Kujalani hidup meski tak kusadari  bahwa dia sudah tidak ada. Sampai sekarang aku belum percaya dia sudah pergi. Kekuatan dan Tuhan-lah yang menopangku hingga sekarang aku percaya duniaku belum berakhir. Dan untuk kedua kalinya, dua minggu yang lalu, aku merasakan lagi duniaku akan berakhir. 
       Sore itu kunaiki sepeda pixie milik teman adikku untuk pertama kalinya dalam hidupku. Sebelumnya sudah kutahu bahwa sepeda pixie tak berem. Dengan percaya diri aku gowes sepeda keliling komplek rumah. Semakin jauh dari rumah, semakin kurasa nyaman mengowes, semakin ingin pula aku melaju kencang. Aku menyadari bahwa aku harus mengurangi kecepatan, gimanapun caranya, sekalipun tanpa rem, karena aku akan membelok. Harus. Tapi di sisi lain aku berpikir bahwa aku bisa membelok dengan kecepatan segitu. Dengan percaya diri aku membelok tanpa mengurangi kecepatan. Seperti mimpi kurasa. Kubelokkan stang sepeda, tapi stang tidak membelok, sampai akhirnya aku terperosok jatuh ke taman tetangga yang dipenuhi tanaman bonsai. Sakit sekali. Aku hanya tertawa menyadari kebodohanku. Kuberhenti tertawa saat orang yang melihatku terjatuh hanya tersenyum, dan berlalu.
       Aku bangun dan menaiki sepeda lalu pulang, seperti tidak terjadi apa-apa. Beberapa menit kemudian sesampai di rumah, penglihatanku kabur, warna gelap menjadi sangat gelap hampir tak terlihat, warna terang menjadi sangat terang dan sangat silau. Ada apa ini? Jantungku berlomba berdetak. Mungkin kacamataku lecet, lalu kutanggalkan kacamata. Tetap seperti itu. Ada apa ini? Tuhan, aku akan buta. Aku akan buta. Aku akan buta. Gimana orangtuaku nanti? Tuhan, aku masih ingin melihat. Lebih baik aku mati. Kupandangi sekelilingku, kupandangi tapi tak berubah. Semakin gelap, dan semakin silau. Memejamkan mata saja aku tak berani. Tidak akan kupejamkan mata ini sampai penglihatanku pulih. Kupakai kacamatku, kutanggalkan lagi. Aku duduk tanpa sedikitpun kugerakkan mataku. Ya Tuhan, kumohon jangan ambil penglihatanku. Aku terdiam. Ternyata Tuhan pertimbangkan doaku. Perlahan-lahan penglihatanku pulih. Semua kembali terlihat normal. Aku berkata dalam hati, "ini apa?"
       Dua puluh dua tahun yang lalu aku percaya bahwa aku akan hidup tanpa kekurangan fisik, karena aku terlahir tanpa itu. Dua puluh dua tahun yang lalu aku percaya bahwa aku akan melihat orang tuaku sampai Tuhan panggil mereka di usia senja. Dua puluh dua tahun yang lalu aku percaya bahwa aku akan melihat  keempat saudaraku memiliki pekerjaan, pasangan hidup, dan anak-anak, sampai usia kami benar-benar senja dan kami dipanggil Tuhan. Tapi kenyataan mengubah kepercayaanku bahwa semua bisa berubah. Dia bisa mengubah itu semua. 
      Hampir 3 bulan aku percaya bahwa aku tidak akan hidup tanpa kekurangan fisik karena suatu saat Tuhan bisa ambil yang Dia izinkan untuk diambil. Hampir 3 bulan aku percaya bahwa suatu saat aku tidak akan melihat orangtuaku sampai Tuhan panggil mereka di usia senja. Hampir 3 bulan aku percaya bahwa suatu saat aku tidak akan melihat  keempat saudaraku memiliki pekerjaan, pasangan hidup, dan anak-anak, sampai usia kami benar-benar senja dan kami dipanggil Tuhan. Semua bisa berubah karena Dia. Karena Dia tahu yang terbaik. 

4 komentar:

  1. Yupp..yup.. bener..
    makin dewasa aja ni ria...
    luv it
    ^_^

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  4. HAHAHA iya dong. Apa ini Kakak Butse?

    BalasHapus