11/16/2011

PUTAR BALIK

      Pernah suatu kali, aku, Ibuk Susan Wiriadinata, Ibuk Ribka, Pak Elisa, dan Pak Inung melakukan perjalanan ke Tangerang untuk menbesuk salah satu penulis bahan-bahan Sekolah Minggu Baptis yang sedang sakit. Di antara kami tidak ada satu pun yang pernah ke rumah penulis yang sedang sakit tersebut, kami hanya mengandalkan alamat yang diberi kerabat si penulis dan peta Kota Jakarta dan sekitarnya. Sebelumnya kami nggak ngasih tahu si penulis bahwa kami akan mengunjungi dia, rencananya mau memberi kejutan hehehe. Kami sudah di tol dan akan masuk Jakarta. Sepanjang jalan, kami bercerita, berbagi pengalaman, bercanda (terutama Ibuk Susan yang banyak sekali memberi humor-humor menarik, kami sampai terpingkal-pingkal). Dan tebak, nggak ada di antara kami yang menyadari kalau kami melewati tol yang seharusnya kami masuki. Padahal tol itu adalah kunci awal kami sampai di rumah si penulis. Kami baru menyadari bahwa kami nyasar adalah tidak ada lagi tulisan pintu tol CIKUNIR 2 (kalau tidak salah) di papan penunjuk jalan tol. Panik. Mau tidak mau kami harus jalan terus sampai keluar pintu tol berikutnya karena memang mobil tidak bisa memutarbalik, dan solusi terbaik adalah bertanya pada penjaga pintu tol. Setelah sampai di pintu tol keluar dan mendapat penujuk arah dari penjaga tol, kami meluncur ke tujuan dan berharap nggak nyasar lagi (kami masih saja bercanda hahaha). 
       Awalnya kami mengikuti penunjuk arah dr penjaga pintu tol, tapi tiba-tiba kami bingung karena ada jalan bercabang yang sama sekali nggak ada di penjelasan petugas pintu tol (kami nggak tahu sejak kapan jalan itu ada di sana dan membuat kami bingung setengah mati) dan akhirnya... kami nyasar lagi. Belok kanan, belok kiri, masuk ke jalan anu, jalan ini, jalan itu, bertanya sana-sini, dan beberapa kali memutari tempat yang sama hahaha. Yang kami rasakan: capek dan lapar. Sempat terpikir, gimana kalau kami pulang lagi ke Bandung? Gimana kalau acara besuk dijadwal ulang? Atau bla bla bla. Nggak. Kami sudah di tempat tujuan dan pasti sudah dekat, untuk apa kami putar balik dan kembali ke Bandung? Ya, kami terus mencari dan bertanya. Nggak sia-sia, kami menemukan alamat si penulis. 
      Karena si penulis nggak tahu bahwa kami akan membesuk, setelah mendekati rumahnya, Ibuk Susie menelpon dia. Ternyata penulis sedang nggak di rumah. Aduh, sialnya kami. Ibuk Susie kasih kami pilihan, mau menunggu dia pulang kira-kira 1 jam lebih atau pulang ke Bandung. Sudah terlanjur di tempat tujuan, kami memilih menunggu saja. Selama menunggu penulis pulang, kami pergi makan dulu dan mencari kompleks perumahan si penulis. Perjalanan yang seharusnya hanya memakan waktu 3 jam, harus menjadi 5 jam karena kami nyasar dan nggak memperhatikan penujuk jalan. Hehehe, kami jadikan pelajaran.
      Memang begitu. Ketika kita berbuat salah, sulit rasanya untuk kembali ke hal yang benar karena dari awal kita salah masuk jalan. Kenapa kita bisa berbuat salah? Karena nggak memperhatikan penunjuk jalan, nggak patuh aturan, keras kepala, dan seenaknya sendiri. Kalau sudah begini, mana bisa kita putar balik, harus jalan terus. Mana bisa waktu diputar ulang lagi. Kita harus melewati banyak jalan dan menerima nasihat orang lain untuk balik kembali ke tujuan semula. Yang aku tahu begitu karena aku mengalami sendiri. Saat aku sudah melakukan kesalahan besar, susah sekali untuk dapat kepercayaan, kembali ke keadaanku semula, dan menuju tempat tujuanku semula. Susah sekali. Tapi bukan berarti nggak bisa, aku nggak bilang begitu dari awal. Waktu kami nyasar karena dari awal salah masuk pintu tol, toh akhirnya kami sampai juga di rumah penulis dan mendoakan dia supaya cepat sembuh (jujur, aku terharu sekali dengan perkataan salah satu penulis SM ini. Aku hampir menangis. Tapi kalau aku menangis, pasti jadi bahan ejekan Pak Elisa hahaha. Aku urungkan saja.) Lihat, 'kan? Kami tetap sampai ke tujuan kok. Begitu juga kalau kita salah jalan, kita bisa sampai ke tujuan awal kita, tapi dengan satu syarat: dengan usaha dan keyakinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar