Berdua menjauh, terulang menjauh dari seorang diinginkan. Padahal dulu tak henti menantikan sesuatu yang belum lama menjadi biasa, entah apa biang semua jadi begini. Apa ucap, laku, halusinasi, atau apa yang mengubah kemesraan jadi kegalauan. Terasa walau tak banyak -- terlupakan, terbelakang, terabaikan, dan paling mengenaskan tersisihkan. Dia benar bajingan, laku seperti kanak-kanak mengenal sepatu baru. Jika tak ada ucap bahagia atas kemunculan lagi, mengasingkan saya seperti barang lama. Tak jadi masalah dan mungkin kelak jadi bahan. Ternyata benar kabar menjadi kabur, bahkan sangat kabur. Kabar berasal dari jauh; sayang menembus batas wajar dan menciptakan keinginan memiliki lebih. Kabar sekarang kabur; tak ada baunya sekarang. Berdua lupakan lukis sumringah kemarin, tapi saya betul masih ingat; hanya berdua saja rupanya. Kemarin yang terakhir dan tak akan ada lagi, datang walau pergi setelahnya.
Syahdan, saya disisihkan, bahkan "pulang" tak menambal rindu. Iya. Bagaimanapun, saya mestinya sudah sangat leluasa dan terbiasa. Disisihkan menjadi satu hal yang tidak dini bagi saya, semestinya. Tersisihkan tak berarti menjadi risih. Ketika tersisihkan, muncul kesukaan lain lebih menyenangkan pribadi. Tak apalah menahan sedikit kehilangan, nanti akan biasa kembali; hanya sekejap rasanya. Banyak keelokan bisa dinikmati tanpa harus selalu mengingat-ingat tentang terlupakan, terbelakang, terabaikan, dan tersisihkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar